MEMBERANTAS KORUPSI

KORUPSI, muncul sebagai akronim jatuhnya pemerintahan Orde Baru  (Orba) tahun 1997 silam. Praktek KKN yang sudah membudaya dan mengakar hampir di seluruh tataran kehidupan saat itu, tidak bisa di tolerir lagi karena dianggap merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pasca lengsernya pemerintahan Orba, harapan seluruh masyarakat bahwa praktik korupsi akan segera teratasi.Sehingga segera terwujud kehidupan sosial kemasyarakatan yang sehat, sejahtera, aman dan damai. Namun, setelah pemerintahan Orba tidak berkuasa lagi, pemberantasan korupsi dirasa belum memuaskan. Lebih dari itu, pada tataran tertentu praktek korupsi dinilai masih seperti yang dulu.
Barda Nawawi Arief, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponogoro, berpendapat tentang strategi dalam penanggulangan korupsi, subtansinya bukan hanya pada penanggulangan korupsi itu sendiri, melainkanpenanggulangan ”kausa dan kausatif yang dapat menimbulkan terjadinya korupsi”.
Penegakkan hukum, harus meliputi proses pemeriksaan di pengadilan, penyelididkan, penuntutan hingga pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Untuk menegakkan hukum harus sejalan dengan tujuan hukum itu sendiri, yaitu mewujudkan ketertiban untuk tercapainya keadilan (Mochtar Kusumaatmaja. Hal. 2-3).
Institusi yang berwenang melakukan penegakkan hukum harus melalui penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan hingga mengeksekusi putusan pengadilan yang telah mempunyai hukum tetap, yaitu pihak kepolisian dan kejaksaan yang berwenang melakukan penegakan hukum terhadap kasus-kasus korupsi yang terjadi.
Upaya Kabinet Indonesia bersatu
Sejak Kabinet Indonesia Bersatu memimpin negeri ini, sebenarnya sudah banyak kasus korupsi yang dapat diselesaikan dan pelakunya dijatuhi hukuman berat. Perihal itu, perlu kita acung jempol dalam memberantas korupsi. Sepanjang sejarah perjalanan bangsa Indonesia, belum pernah ada Menteri yang nginap di LP, belum pernah ada anggota DPR/ MPR RI yang masuk penjara, belum pernah ada Gubernur yang masuk kurungan besi, belum pernah ada Bupati/ Walikota yang dipenjarakan.Dan bahkan, belum pernah ada Bos penegakkan hukum yang dihukum berat. Ironisnya, pelaku korupsi bukannya berkurang, malah semakinbertambah, baik jumlah pelakunya maupun modus operandinya.
Penyebab korupsi
Menurut Badan pengawas Keuangan dan Pembangunan dalam Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional, sebab-sebab terjadi korupsi:Pertama, aspek individu. Ajaran agama kurang diterapkan dengan baik, sehingga moral pelakunya kurang mampu mengahadapi godaan, gaya hidup yang konsumtif tanpa memikirkan dari mana harta diperoleh, apakah harta itu haram atau halal. Kini,tidak sedikit orang menempuh jalan pintas untuk cepat jadi orang kaya secara instan dan tanpa kerja keras.
Kedua, dari aspek masyarakat tempat keberadaan individu. Meliputi antara lain, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat sangat kondusif untuk terjadinya korupsi. Sementara itu, masyarakat sendiri kurang menyadari bahwa sejatinya mereka juga terlibat dalam praktek korupsi.
Guna menghindari terjadinya perbuatan yang melanggar hukum itu, apabila kelompok masyarakat mengetahui adanya indikasi yang mengarah kepada perbuatan atau memberi kontribusi kepada perbuatan korupsi, jangan ”cuek” terhadap yang permesif,akan terjadinya penyimpangan. Membuat kondisi yang kondusif terhadap munculnya korupsi.
Untuk merealisasikan tegaknya hukum dalam pemberantasan korupsi, persyaratan utamanya kembali kepada kita semua. Khususnya para praktisi hukum di semua jenjang, dan harus ada komitmen yang kuat dari seluruh komponen bangsa.
Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), secara resmi dinyatakan dalam Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai haluan Negara dan Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Ketetapan MPR No.X/MPR/1998 tentang pokok-pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai haluan Negara, Bab IV tentang kebijakan Reformasi Pembangunan, bagian A. Ekonomi, butir 2.d. menyatakan:Meningkatkan keterbukaan pemerintahan dalam pengelolaan usaha untuk menghilangkan korupsi, kolusi dan nepotisme yang bisa merugikan Negara dan rakyat. Bagian D. Agama dan Sosial Budaya, Butir 2.b. menyatakan:Menyiapkan sarana dan prasarana serta program aksi bagi tumbuhnya suasana yang sehat bebas dari korupsi.
Dengan ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 dan ketetapan MPR No. XI/MPR/1998, maka secara yuridis formal berarti bangsa Indonesia sudah mempunyai komitmen politik yang kuat untuk memberantas KKN di negeri ini.
Namun, dalam pelaksanaannya tidak seperti membalikan kedua telapak tangan, karena penyelenggara negara harus kredible, adil, inklusi, amanah dan haus clean dari korupsi. Bersih diri darikorupsi, bisa dilakukan manakala kesejahteraan penyelenggara Negara, mulai dari pucuk pimpinan sampai dengan staf yang paling bawahtercukupi alias sejahtera.
Masih segar dalam ingatan kita, di era Pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid (GusDur).Pemerintah akan menaikkan gaji yang  cukup signifikan bagi para pejabat tinggi negara dan pejabat di semua jenjang lembaga pemerintahan. Tujuannya, agar para penyelenggara negara tidak korupsi. Sayangnya, rencana itu tidak terealisasi karena pemerintahmendapat kecaman keras dari lawan-lawan politiknya.
Keinginan GusDur,untuk mensejahterakan para pelaksana negara waktu itu. Tampaknya, meniru cara Jepang dalam mengatasi korupsi. Konon, negara penyembah matahari itu  dalam memberantaskorupsi, bukan hanya penegakkan hukum yang dupayakan. Tetapi, penegakkan hukum seiring dengan perbaikan kesejahteraan para penyelenggara negaranya. Artinya apa? Kalau para penyelenggara sudah sejahtera, mulai dari top manager hingga staf yang paling bawah, diharapkan tidak gampang tergoda dengan pemberian semacam uang suap. Kalau mereka sudah sejahtera dan sudah tercukupi kebutuhannya, kemudian masih korupsi. Maka wajar kalau mereka mendapat hukuman yang sangat berat.
Kedua, komitmen politik rakyat.Unjuk rasa, diskusi, statement dan aksi-aksi lainnya dari komunitas masyarakat, mahasiswa dan LSM di berbagai daerah, mengindikasikan adanya komitmen masyarakat yang kuat untuk memberantaskorupsi. Hal itu, langkah-langkah aparat dalam pemberantasan korupsi, akan mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Adalah sebuah keniscayaan, manakala aparat penegak hukum dapat menjadi uswatun hasanah didalam menegakkan hukum. Sebagaimana sabda Rasul Allah yang suci: ”Seandainya putriku Fatimah Al-zahra mencuri akan kupotong tangannya”.
Ketiga, komitmen pemerintah. Di era Kabinet Indonesia Bersatu.Pada tanggal 9 Desember 2004, berkenaan dengan dideklarasikannya hari anti korupsi seduniaoleh Persatuan Bangsa Bangsa (PBB). Pada hari yang sama, Presiden RI mengeluarkan instruksi Nomor 5 tahun 2004, perihal percepatan pemberantasan korupsi berikut langkah-langkahnya:
1.    Program Rencana Aksi Nasional Pemberantasan korupsi (RAN-PK) 2004-2009. RAN-PK ini, meliputi :
a.  Langkah-langkah pencegahan, tindakan, monitoring dan evaluasi,
b. Mengadakan perbaikan dan penyempurnaan instrumen, peningkatan SDM dan melibatkan komunitas masyarakat untuk mendeteksi akan terjadinya korupsi.
2.    Membentuk Tim terpadu pemburu para koruptor yang melarikan diri ke luar negeri untuk segera dieksekusi sesuai dengan putusan pengadilan.
3. Membuat perjanjian ekstradisi dengan negara Singapura. Karena Negara Singapura di sinyalir tempat persembunyian koruptor yang melarikan dari Indonesia.
4. Membentuk Tim Koordinasi Pemberantasan Korupsi dengan instansi terkait, yang diketuai oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, untuk melakukan penyidikan dan mengejar asset para koruptor, semoga.
*) Penulis: Pemerhati masalah sosial tinggal di Cirebon

Oleh : Mansyur Pribadi

Share on Google Plus

0 komentar: